Total Tayangan Halaman

Minggu, 07 April 2013

makalah IKHLAS



BAB I
PENDAHULUAN

Amal yang pasti diterima adalah yang dikerjakan dengan ikhlas. Amal hanya karena Allah semata, dan tidak ada harapan kepada makhluk sedikit pun. Niat ikhlas bisa dilakukan sebelum amal dilakukan, bisa juga disaat melakukan amal atau setelah amal dilakukan. Salah satu karunia Allah yang harus disyukuri adalah adanya kesempatan untuk beramal. Menjadi jalan kebaikan dan memberikan manfaat kepada orang lain. Karenanya, jangan pernah menunda kebaikan ketika kesempatan itu datang. Lakukan kebaikan semaksimal mungkin dan lupakan jasa yang sudah dilakukan. Serahkan segalanya hanya kepada Allah. Itulah aplikasi dari amal yang ikhlas.
  


BAB II
PEMBAHASAN

A.            Pengertian Ikhlas

Ikhlas adalah suci dalam niat; bersih batin dalam beramal; tidak berpura-pura; lurus hati dalam bertindak; jauh dari riya’ dan kemegahan dalam berlaku-berbuat, mengharapkan ridha Allah semata-mata.[1] Ikhlas merupakan amalan hati yang paling utama dan paling tinggi dan paling pokok, Ikhlas merupakan hakikat dan kunci dakwah para rasul sejak dahulu kala.
Menurut Erbe Sentanu ikhlas merupakan Defaul Factory Setting manusia, yakni manusia sudah dilahirkan dengan fitrah yang murni dari ilahi.  Hanya saja manusia itu sendirilah yang senang mendiskonnya sehingga kesempurnaannya menjadi berkurang. Ini akibat berbagai pengalaman hidup dan ketidak tepatan dalam berfikir atau berprasangka (judgment), sehingga hidupnya pun menjadi penuh kesulitan.[2]
Lafaz ikhlas menunjukkan pengertian jernih, bersih dan suci dari campuran dan pencemaran. Sesuatu yang murni artinya bersih tanpa ada campuran, baik yang bersifat materi maupun nonmateri.  Adapun pengertian ikhlas menurut syara’ adalah seperti yang diungkapkan oleh ibnu qayyim berikut: Mengesankan Allah dalam berniat ketika melakukan ketaatan, bertujuan hanya kepada Nya tanpa mempersekutukan Nya dengan sesuatupun. Dan menurut Al- Fairuzabi :” Ikhlas karena Allah , artinya meninggalkan riya’ dan tidak pamer.
Orang yang ikhlas adalah seseorang yang tidak peduli meskipun semua penghargaan atas dirinya hilang demi meraih kebaikan hubungan kalbunya dengan Allah, dan orang tersebut tidak ingin apa yang ia lakukan dipamerkan walaupun sebesar bizi zahrapun.
Sebagaimana Firman Allah SWT dlam surat Az- zumar ayat 14


14. Katakanlah: "Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku".
Dan dalam surat Al- An’am ayat 162-163 


162. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
163. tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".

Dikisahkan oleh Umamah ra, ada seorang laki-laki yang datang menemui Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pendapat Engkau tentang seseorang yang berperang dengan tujuan mencari pahala dan popularitas diri. Kelak, apa yang akan ia dapat di akherat?” Rasulullah SAW menjawab, “Dia tidak mendapatkan apa-apa. Orang itu mengulangi lagi pertanyaannya sampai tiga kali. Tetapi Rasulullah SAW tetap menjawabnya, “Ia tidak menerima apa-apa!” Kemudian Beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan, kecuali yang murni dan yang mengharapkan ridha-Nya”[3]

B.            Makna Ikhlas dalam al-Qur’an

Secara etimologis, kata ikhlas merupakan bentuk mashdar dari kata akhlasha yang berasal dari akar kata khalasha. Menurut Luis Ma’luuf, kata khalasha ini mengandung beberapa macam arti sesuai dengan konteks kaliamatnya. Ia bisa berarti shafaa (jernih), najaa wa salima (selamat), washala (sampai), dan I’tazala (memisahkan diri).
Bila diteliti lebih lanjut, kata ikhlas sendiri sebenarnya tidak dijumpai secara langsung penggunaannya dalam al-Qur’an. Yang ada hanyalah kata-kata yang berderivat sama dengan kata ikhlas tersebut. Secara keseluruhan terdapat dalam tiga puluh ayat dengan penggunaan kata yang beragam. Kata-kata tersebut antara lain : kata khalashuu, akhlashnaahum, akhlashuu, astakhlish, al-khaalish, dan khaalish masing-masing sebanyak satu kali. Selanjutnya kata khaalishah lima kali, mukhlish (tunggal) tiga kali, mukhlishuun (jamak) satu kali, mukhlishiin (jamak) tujuh kali, mukhlash (tunggal) satu kali, dan mukhlashiin (jamak) sebanyak delapan kali.
Selanjutnya, ditinjau dari segi makna, termenologi ikhlas dalam al-Qur’an juga mengandung arti yang beragam. Dalam hal ini al-Alma’i merinci pemakaian termenologi tersebut kepada empat macam :
Pertama, ikhlas berarti al-ishthifaa’ (pilihan) seperti pada surat Shaad : 46-47. Di sini al-Alma’i mengutip penafsiran dari Ibn al-Jauzi terhadap ayat tersebut yang intinya bahwa Allah telah memilih mereka dan menjadikan mereka orang-orang yang suci.
Kedua, ikhlas berarti al-khuluus min al-syawaa’ib (suci dari segala macam kotorn), sebagaimana tertera dalam surat an-Nahl : 66 yang membicarakan tentang susu yang bersih yang berada di perut binatang ternak, meskipun pada mulanya bercampur dengan darah dan kotoran ; kiranya dapat dijadikan pelajaran bagi manusia.
Ketiga, ikhlas berarti al-ikhtishaash (kekhususan), seperti yang terdapat pada surat al-Baqarah : 94, al-An’am : 139, al-A’raf : 32, Yusuf : 54, dan al-Ahzab : 32.
Keempat, ikhlas berarti al-tauhid (mengesakan) dan berarti al-tathhir (pensucian) menurut sebagian qira’at. Ikhlas dalam artian pertama inilah yang paling banyak terdapat dalam al-Qur’an, antara lain terdapat dalam surat al-Zumar : 2,11,14, al-Baqarah : 139, al-A’raf : 29, Yunus : 22, al-Ankabut : 65, Luqmaan : 32, Ghaafir : 14,65, an-Nisaa : 146, dan al-Bayyinah : 5.
Adapun ikhlas dalam arti yang kedua (al-tathhiir) ditujukan kepada orang-orang yang telah disucikan Allah hatinya dari segala noda dan dosa sehingga mereka menjadi hamba Allah yang bersih dan kekasih pilihan-Nya. Hal ini seperti yang tercantum dalam surat Yusuf : 24, al-Hijr : 40, al-shaffat : 40,74,128,166,169, Shaad : 83, dan surat Maryam : 51. Pada ayat-ayat tersebut semuanya memakai kata mukhlashiin (jamak) kecuali surat Maryam : 51 yang memakai bentuk tunggal (mukhlash). Selain itu semua kata mukhlashiin dalam ayat-ayat tersebut selalu dikaitkan dengan kata ibaad (hamba).

C.            Ikhlas dalam Beragama

Menurut al-Jarjaani, pengertian ikhlas secara etimologis adalah menjauhkan perbuatan pura-pura (riya’) dalam melakukan ketaatan. Sedangkan secara terminologis, ikhlas adalah membersihkan hati dari segala noda yang dapat memperkeruh kejernihan. Sementara itu menurut al-Alma’i, definisi ikhlas secara syar’i adalah seseorang yang dalam perkataan, perbuatan dan jihadnya semata-mata ditujukan untuk Allah seraya mengharapkan keridhaan-Nya.
Dari kedua definisi di atas dapat dipahami bahwa ikhlas adalah menyengajakan suatu perbuatan karena Allah dan mengharapkan ridha-Nya serta memurnikan dari segala macam kotoran dan godaan seperti keinginan terhadap populeritas, simpati orang lain, kemewahan, kedudukan, harta, pemuasan hawa nafsu dan penyakit hati lainnya. Hal ini sesuai dengan perintah Allah yang tercantum dalam al-Qur’an surat al-An’am ayat 162-163, artinya : Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”
Demikian juga dalam firman-Nya yang terdapat dalam surat al-Bayyinah ayat 5.
artinya : Mereka tidak disuruh kecuali untuk mengabdikan dirinya kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dengan menjalankan agama secara benar, yaitu dengan mendirikan shalat dan menunaikan zakat; itulah yang disebut sebagai agama yang lurus.
Selain pada ayat di atas, perintah untuk ikhlas dalam beragama, yakni menunaikan ibadah dan ketaatan kepada Allah, juga terdapat dalam surat az-Zumar: 2,11,14, al-A’raf: 29, dan surat Ghafiir: 14 dan 65.
Dari beberapa ayat di atas dapat dipahami bahwa kedudukan ikhlas sangat besar peranannya dalam suatu ibadah, baik ibadah dalam arti khusus maupun umum. Faktor keikhlasan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan suatu perbuatan itu dapat diterima atau ditolak oleh Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan oleh Ibn Katsir ketika menafsirkan surat al-A’raf: 29 di atas, bahwa Allah memerintahkan agar istiqamah dalam beribadah, yaitu dengan cara mengikuti ajaran para rasul dan ikhlas dalam beribadah; karena Allah SWT tidak akan menerima suatu amal sehingga terpenuhi dua rukun, yaitu: pertama, amal perbuatan itu harus dilakukan dengan benar sesuai dengan hukum syari’at, dan kedua, amal perbuatan tersebut harus bersih dari tindakan syirik.
Syaikh Shalih Al Fauzan juga mengatakan bahwa Ikhlas merupakan salah satu pilar yang terpenting dalam Islam sebab ikhlas merupakan salah satu syarat untuk diterimanya ibadah.[4]

D.            Keistimewaan Orang-orang yang Ikhlas

Orang-orang yang ikhlas merupakan orang-orang yang bersih dari dosa karena mereka telah berusaha membersihkan dirinya dengan benar-benar melaksanakan segala perintah Allah denga tulus. Dalam beraqidah mereka benar-benar mengesakan Allah SWT. dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain seperti halnya orang-orang musyrik, yahudi dan nasrani. Selanjutnya dalam melakukan ibadah dan amal kebajikan lainnya mereka kerjakan semata-mata karena Allah dan untuk Allah; bukan karena manusia dengan cara riya’ dan sum’ah, untuk mendapatkan popularitas dan kesenangan hawa nafsu lainnya. Oleh karena itu wajar kiranya terhadap orang-orang yang ikhlas ini Allah SWT. menganugrahkan keistimewaan dan kelebihan kepada mereka, baik dalam kehidupan duniawi dan ukhrawinya.
Apabila kita kembali merujuk kitab suci al-Qur’an, maka akan kita temukan di dalamnya beberapa ayat yang menerangkan keistimewaan dan keutamaan orang-orang yang ikhlas, antara lain sebagai berikut.
Pertama, selamat dari kesesatan. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah dalam surat al-Hijr: 39-40 yang artinya sebagai berikut: Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka”. Dan begitu juga firman Allah dalam surat Shad ayat 82-83 yang artinya sebagai berikut: Iblis menjawab: “Demi kekuasan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka”.
Ayat di atas merupakan penggalan kisah Nabi Adam dan pembangkangan pertama yang dilakukan oleh iblis terhadap Allah SWT. Mereka adalah hamba Allah yang membangkang, durhaka, ingkar, sombong dan terkutuk yang diberi umur panjang—karena perminyaan mereka—hingga mendekati hari kiamat. Mereka ingin menyesatkan semua manusia untuk diajak ke neraka dengan bujuk rayunya yang manis. Maka berdasarkan ayat di atas, orang-orang yang ikhlas tidak akan dapat digoda oleh iblis dan sekutunya karena mereka telah mendapatkan perlindungan dari Allah SWT.
Kedua, dapat mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu merupakan salah satu potensi yang ada dalam diri manusia yang selalu cendrung untuk mengajak manusia kepada kesenangan-kesenangan badaniah, pemuasan syahwat dan keinginan-keinginan rendah lainnya. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam al-Qur’an surat Yusuf: 53 yang artinya sebagai berikut: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Di antara orang yang tidak mudah diperbudak oleh hawa nafsunya adalah orang-orang yang ikhlas. Seperti dikisahkan dalam surat Yusuf: 24 tentang Yusuf yang diajak berselingkuh oleh seorang wanita (Zulaikha), istri seorang raja Mesir. Namun berkat perlindungan Allah, ia selamat dari godaan hawa nafsu yang akan menjerumuskannya ke dalam kema’siatan.
Dengan demikian, sikap ikhlas akan membentengi manusia dari segala dorongan dan bujukan hawa nafsu, seperti keinginan terhadap kemewahan, kedudukan, harta, popularitas, simpati orang lain dan sebagainya. Di mana untuk mewujudkan keinginan-keinginannya tersebut kadang-kadang seseorang cenderung melakukan segala cara seperti dengan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Di samping itu juga tidak segan-segan untuk menjilat atasan dan menginjak bawahannya, asalkan tujuannya tercapai.
Ketiga, do’anya akan dikabulkan Allah SWT.. Dalam menjalani kehidupannya di dunia, manusia seringkali dihadapkan kepada berbagai problema kehidupan yang tidak dapat ditanggulangi oleh dirinya sendiri. Dalam kondisi yang demikian, manusia biasanya baru menyadari akan kelemahannya dan tidak henti-hentinya berdo’a kepada Allah supaya cepat terbebas dari problema yang dihadapinya. Meskipun demikian, Allah SWT. akan tetap mengabulkan permohonan mereka jika memang dilakukannya dengan penuh keikhlasan. Sebagaimana dalam firman Allah dalam surat Lukman ayat 32 yang artinya sebagai berikut: Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar.
Keempat, terhindar dari siksaan neraka dan masuk kedalam syurga di akhirat. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah SWT. Dalam al-Qur’an surat al-Shaffat : 40, 74, 128,160, dan 169. Ayat – ayat tersebut menjelaskan orang – orang yang telah disucikan Allah dari segala dosa dan noda sehingga menjadi orang – orang pilihan dan kesayangan-Nya.di dunia mereka telah diselamatkan dari segala kehinaan dan bencana, seperti yang dialami kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad, Tsamud dan kaum yang ingkar lainnya. Sementara di akhirat nanti mereka akan terbebas dari siksaan api neraka, serta akan mendapatkan balasan yang sempurna atas amal saleh yang telah mereka lakukan berupa kenikmatan di dalam surga yang tiada tandingannya, kenikmatan yang belum pernah terlintas pada pendengaran, penglihatan, dan hati manusia. Itulah balasan dari Allah SWT kepada orang – orang yang ikhlas dalam beraqidah, beribadah, dan bermuamalah.

E.            Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri - ciri, diantaranya:

1.  Selalu memandang diri sendiri
2. Khawatir terhadap popularitas
3. Cinta dan benci karena Allah
4. Tidak terpengaruh oleh kedudukan dan pangkat
5. Tetap beramal meski belum terlihat hasilnya.

F.             Kesimpulan

Sikap ikhlas dapat membuahkan hasil yang baik dan positif pada diri seseorang. Memang kata ikhlas sangat mudah diucapkan tetapi sukar untuk dilaksanakan. Begitu banyak keistimewaan dan keutamaan yang dijanjikan Allah bagi hamba-Nya yang ikhlas, namun terasa sulit mengamalkannya. Mudah – mudahan makalah  yang sederhana dalam tulisan ini akan dapat menambah motivasi bagi setiap umat Islam untuk selalu ikhlas dalam melakukan segala aktivitas yang diridai Allah.


DAFTAR PUSTAKA
_____________Erbe Sentanu,2008, Quantum Ikhlas Tekhnologi Aktivasi Kekuatan Hati, Jakarta: PT Elex Media Komputindo
_____________ Drs. Sidi Gazalba, 1975, ASAS AGAMA ISLAM,.Jakarta:Bulan Bintang




[1] Drs. Sidi Gazalba, 1975, ASAS AGAMA ISLAM,Jakarta:Bulan Bintang. hlm: 188
[2] Erbe Sentanu, Quantum Ikhlas hlm: 37
[3] HR. Abu Daud dan Nasa’i.

[4] Syaikh Shalih Al Fauzan Kitab Tauhid I hlm. 85,

Sabtu, 06 April 2013

islam di Cina



A.    Pengantar
Pada abad ke-6 perdagangan antara Arab dan Cina sangat berkembang melalui Caylon. Pada abad ke-7 perdagangan segi tiga antara Arab-Cina-Persia makin berkembang lagi dan kota Siraf di Teluk Persia merupakan pusat bursa bagi para pedagang Cina.
            Pada periode ini bersamaan dengan Dinasti Tang di Cina (618-907 M) dan pertama kali nama Arab di sebut-sebut dalam tarikh Cina. Mereka mencatat kekuasaannya Islam di Madinah dan dengan ringkas juga menggambarkan keadaan agama baru itu.[1] Dari sinilah cikal bakal berkembangnya islam di Cina yang smpai saat ini kita menyaksikan sampai 39,1 juta[2] penduduk islam di cina.
B.     Pembahasan
1.      Etnis di Cina
Menurut sensus tahun 2000, sepuluh kelompok etnis muslim tradisional terbesar di Cina adalah etnis Hui (9,8 juta menurut sensus tahun 2000, atau 48% dari jumlah muslim yang ditabulasi secara resmi). Sembilan lainnya, secara berturut-turut, adalah Uyghurs (8.4 juta, 41%), Kazakhs (1,25 juta, 6,1%), Dongxiang (514 ribu, 2.5%), Kirghiz (161 ribu), Salar (105 ribu), Tajiks (41 ribu), Bonan (17 ribu), Uzbek (12 ribu), dan Tatar (5 ribu). Namun demikian, anggota individual kelompok etnis tradisional mungkin memeluk agama lain atau tidak beragama sama sekali, sementara penganut Islam mungkin juga ditemukan di antara kelompok-kelompok non-Muslim tradisional (satu contoh adalah etnis Kache, yang secara etnis orang Tibet). Orang-orang Islam terutama tinggal di daerah-daerah yang berbatasan dengan Asia Tengah, Tibet, dan Mongolia, yaitu Xinjiang, Ningxia, Gansu and Qinghai, yang dikenal sebagai Wilayah Quran (the Quran Belt).
2.      Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Cina
      Agama Islam di Percaya telah sampai ke China sejak lebih dari 1400 tahun yang lalu. Nabi Muhammad Saw., sebelum memulai penghijrahan dari Mekkah ke Madinah telah lebih dulu mengantar beberapa orang sahabatnya pergi berdakwah ke cina. Diantaranya adalah Saad bin Abdul Qais, Qais bin Abu Hudhafah, Urwah bin Uththan, dan Abu Qais bin Al-Harits. Misi dakwah yang dilaksanakan mereka berhasil melahirkan lebih 136 juta umat Islam yang ada di China hari ini.
 Jumlah ini jauh lebih besar dari angka yang di berikan oleh pihak kerajaan China. Menurut data 1990, jumlah umat Islam di China hanya sekitar 17 juta orang saja. Bagaimanapun, pendataan ini menimbulkan banyak keraguan karena umat Islam membentuk penduduk majoriti di sebagian besar wilayah China, seperti Xinjiang, Gansu, Hubel, Qinghai dan Yunan.
Walaupun tidak ada catatan yang tepat mengenai tahun kedatangan Islam di China, Catatan dari Dinasti Tang telah menjelaskan bahwa telah terjalin hubungan diplomatic antara pemerintahan China dengan pemerintahan Khulafa` Ar-Rasyidin, yaitu Sayidina Ustsman bin Affan. Catatan itu menyebutkan, pada awal pemerintahan dinasti Tang telah sampai orang asing ke China dari Madinah, Annam, dan Kamboja. Tiga orang asing yang berasal dari Madinah telah menyembah langit tanpa tugu dan patung di dalam Masjid. Mereka juga tidak memakan daging babi, tidak meminum arak, dan menyembelih hewan sebelum memakannya. Mereka kemudian menetap di Canton dan mendirikan tempat yang menarik. Mereka berniaga dan amat patuh pada pimpinan yang mereka pilih. Orang asing yang di ialah pedagang Arab yang telah membentuk suatu komunitas yang cukup penting di Canton.
Pada pemerintahan dinasti Tang, telah terjadi pemberontakan. Pemberontakan An Xi yang terjadi tahun 755 Masehi menyebabkan kerajaan China berada dalam keadaan kacau. Para pemberontak telah menguasai beberapa kota besar dan wilayah. Hal itu memaksa pemerintahan dinasti Tang, tang Zuan Zong, melarikan diri ke wilayah Sincuan.
Pemberontakan itu  telah menimbulkan kesadaran kepada dinasti Tang berikutnya, betapa pentingnya untuk menjalin hubungan dengan kerajaan Islam. Melalui hubungan yang terjalin itu, kerajaan Islam yang berpusat di Arab telah membantu dinasti Tang menghapuskan pemberontakan dan memulihkan keamanan di China. Untuk menghargai jasa dan bantuan yang di berikan, kerajaan dinasti Tang mengijinkan tentara tentara Islam tinggal di daerah Fang.
Di bawah Era pemerintahan dinasti Tang, Islam berkembang pesat di China. Setelah pemberontakan An Xi berhasil di tumpaskan, Cina berada dalam keadaan yang damai, dan menyebabkan Negara itu menjadi pusat perdagaan dan kegiatan ekonomi.


Islam Pada Masa Kerajaan Dinasti Song

Hubungan baik di antara pihak pemerintahan dengan umat Islam di teruskan oleh kerajaan dinasti Song yang menggantikan dinasti Tang. Bahkan, hubungan dengan kerajaan di Arab terus di kokohkan dengan datangnya para pedagang Arab dan Parsi yang membanjiri kota kota besar. Para pedagang dan saudagar Arab telah menggunakan tempat yang di berikan untuk mendirikan Masjid di Guang Zhou, sebuah wilayah yang terletak di selatan China.
Salah satu Masjid tertua yang masih ada dan di gunakan sebagai tempat untuk beribadah ialah Masjid Nujie. Masjid ini dibangun tahun 996 Masehi sewaktu China berada dibawah pemerintahan dinasti Song. Masjid itu memperlihatkan ciri budaya dan kesenian China, yang membedakan dengan bangunan China yang lain adalah hiasan kaligrafi dan tulisan Arab yang memenuhi seluruh ruangan Masjid itu. Disanalah masih menyimpan naskah tulisan tangan dan dua makam ulama yang tersohor pada zaman pemerintahan Kubilai Khan. Sewaktu bangsa Mongol memerintah Negara China, kerajaannya dikenal sebagai dinasti Yuan.

Islam Pada Masa Kerajaan Dinasti Yuan

Dinasti Yuan terus memelihara hubungan baik dengan suku-suku nomad lain dari Mongolia. Penguasa Mongol dari Dinasti Yuan menaikkan status muslim terhadap orang Cina, dan menempatkan beberapa orang asing dan muslim Cina non-Han dalam pos-pos tingkat tinggi menggantikan sarjana-sarjana pribumi Konghucu, menggunakan
banyak muslim dalam pemerintahan Cina. Negara membangkitkan semangat imigrasi muslim, seperti Arab, Persia dan Turki ke Cina selama period ini. Ini merupakan bagian strategi yang lebih besar dari dinasti Mongol untuk memecah orang-orang dari kelas administratif. Selain itu, Cina pribumi dan keturunannya dikirim ke luar Cina untuk memerintah Kekaisaran Mongol, meliputi Asia Barat, Rusia, dan India (seperti Dinasti Mughal) beberapa abad berturut-turut. Pada abad ke-14, total penduduk muslim di Cina sebanyak 4,000,000. Batu nisan pertama berbahasa Arab berangka tahun 1171 M digali di Quanzhou.Setelah Dinasti ini runtuh kemudian diganti dengan Dinasti Ming.

Islam Pada Masa Kerajaan Dinasti Ming

Pada masa ini Muslim terus berkembang di Cina. Selama pemerintahan Ming, ibu kota Nanjing, merupakan pusat pembelajaran Islam. Selama masa ini muslim mengadopsi budaya Cina. Kebanyakan dari mereka menjadi fasih berbahasa Cina dan mengadopsi nama-nama Cina. Akibatnya, muslim menjadi “seolah-olah tidak bisa dipisahkan” dari Cina. Masjid-masjid di Nanjing tercatat dalam dua inskripsi dari abad ke-16. Namun, imigrasi melambat secara drastis, dan muslim Cina menjadi semakin terisolasi dari dunia Islam, perlahan-lahan menjadi lebih Cina, mengadopsi bahasa Cina dan pakaian Cina. Selma periode ini, muslim juga mulai mengadopsi nama panggilan Cina. Satu dari nama keluarga muslim yang cukup populer adalah Ma, kependekan dari Muhammad. Dinasti Ming melihat kejatuhan yang cepat populasi muslim di pelabuhan-pelabuhan laut. Ini karena penutupan semua pelabuhan dagang laut dengan dunia luar.Namun ia juga melihat penunjukan jenderal militer muslim seperti Mu Ying dan Chang Yuchun yang melakukan operasi militer ke Yunan dan Shandong Tengah. Dua wilayah ini menjadi pusat pengajaran Islam di Cina.

Islam Pada Masa Kerajaan Dinasti Qing

Munculnya Dinasti Qing (1644-1911) membuat hubungan Muslim dan Cina lebih sulit. Status orang-orang Islam jatuh, dan terjadinya pemberontakan  seperti Pemberontakan Panthay. Pemberontakan Muslim bermunculan selama Dinasti Qing dalam mereaksi kebijakan yang represif. Dinasti ini melarang ritual penyembelihan binatang, diikuti oleh pelarangan pembangunan masjid-masjid baru dan beribadah haji ke Mekah. Penguasa Qing adalah Manchu, bukan Han, dan mereka sendiri sebuah minoritas di Cina. Mereka menerapkan taktik pecah-belah dan penaklukan untuk memelihara konflik antara Muslim, Hans, Tibet, dan Mongol. Namun, bahkan dalam Dinasti Qing, Muslim memiliki banyak masjid di kota- kota besar, terutama di Beijing, Xi’an, Hangzou, Guangzhou, dan di tempat-tempat lain (selain di wilayah-wilayah muslim di sebelah barat). Arsitekturnya bergaya Cina tradisional, dengan inskripsi berbahasa Arab. Ketika perjalanan antara Cina dan Timur Tengah semakin mudah, Sufisme tersebar di seluruh Cina Barat Laut pada awal dekade Dinasti Qing (pertengahan abad ke-17 hingga awal abad ke-18).
Toriqoh yang sangat penting meliputi: Qodiriyyah, didirikan di Cina oleh Qi Jingyi, juga dikenal sebagai Hilal al-Din (1656-1719), siswa guru sufi terkenal di Asia Tengah, Khoja Afaq dan Kjoja AbdAlla. Ia dikenal di antara Sufi-sufi Hui seperti Qi Daozu Guru Besar Qi jingyi. Kompleks makam suci di sekitar kuburan besar di Linxia merupakan pusat Qodiriyyah di Cina.Khufiyya: thoriqoh Naqsabandiyyah. Jahriyya: thoriqoh Naqsabandiyyah yang dibentuk oleh Ma Mingxin.

C.     Kesimpulan dan Penutup
Masih ada ketimpangan dan ketidakjelasan dari sejarah mengenai masuknya islam ke Cina. Ada yang mengatakan Islam masuk ke permukaan Cina  dibawa oleh orang-orang Arab melalui jalur perdagangan. Ada pula yang menyebutkan ketika Rasulullah SAW sebelum hijrahnya ke Madinah, beliau  mengantar beberapa sahabatnya berdakwah ke negeri Cina. Namun yang pasti bisa kita simpulkan bahwa Islam masuk ke permukaan Cina di bawa oleh orang Arab.
Perkembangan Islam di Cina sangat pesat melalui kerajaan-kerajaan yang memimpin pada saat itu. Mulai dari kerajaan/ pemerintahan dinasti Tang sampai pada kerajaan Dinasti Qing meskipun pada waktu pemerintahan dinasti Qing adanya konflik atau pemberontakan-pemberontakan yang mengakibatkan kaum muslimin jatuh.
Namun di sisi lain Islam masih exis yang dibuktikan dengan adanya masjid-masjid pada waktu itu, sampai saat ini pun kita mengetahui bahwa islam sangat banyak di negeri Cina mencapai 39,1 jtan.






DAFTAR PUSTAKA

Drs.H.A Nawawi Rambe. 1981. Ulama-Ulama Pembawa Islam di Nusantara dan Sekitarnya. Jakarta

Shihab,  Alwi. 2001.  Islam Sufistik: "Islam Pertama" dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia. Bandung: Mizan. 

 http://www.islamawareness.net/Asia/China/islchina.html 

                                      (http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=582). 



[1] Drs.H.A Nawawi Rambe. 1981.hal 221
[2] http://www.sifumirza.com/2009/11/penduduk-islam-dunia-157-billion-orang.html